Jumat, 03 Februari 2017

Wanita Kelapa (Part 3) - #30DWCHari3

“Entah mengapa rasanya sesunyi ini

Walaupun aku tau sendiriku tak benar-benar sendiri

Namun tanpamu hidupku seakan tak ada arti lagi

Iya, aku anggap aku sendiri, aku janji hanya kali ini

Sebab aku tau waktu lambat laun akan berlalu pergi

Mengatakan selamat tinggal dan tak akan kembali

Memberikan jarak terjauh antara engkau disana dan aku disini

Kenangan apapun tentangmu mengapa selalu menggores hati?

Padahal kau pula yang teratas dalam membahagiakanku kini

Aku berharap tak akan menamakanmu “Yang Telah Hilang”

Tapi yang terjadi, aku telah menamakanmu, seperti itu”

Farah, 10 Tahun

Di pagi hari yang tidak secerah biasanya, mengeluarkan rerintik gerimis yang menghujani pekarangan kecil sebuah rumah, kaki mungil seorang anak perempuan berlari kearah seorang lelaki sambil tertawa riang, terjatuh ke dalam pelukan hangat seorang ayah, sepertinya sangat dirindukan. Ayah Farah, memeluknya dengan erat, wajahnya memucat setiap menit yang berlalu, seakan ada yang ingin disampaikan namun tertahan karena tak ingin menghapus tawa di wajah Farah.

Perempuan kecilnya itu tiba-tiba terdiam dan menatap kearah ayah tercintanya, dengan polosnya ia menaruh tangan kecilnya ke kening ayahnya.

“Daddy, daddy tidak panas tapi kok pucat dad?”

“Tidak apa-apa Farah, Daddy hanya kurang tidur semalam, bagaimana mimpimu tadi malam?”

“Seperti biasa Daddy, otakku berpuisi lagi dalam kegelapan, but I’m so scared Dad”

“Apa yang harus kamu takutkan selagi ada ayah, huh?”

“Benarkah aku tak perlu takut? Apa kau akan hidup kekal Dad?”

“Haha, aku akan menjadi super heroes untuk Farah kecilku”

“Ish ayah, Farah sudah besar tau! Umurku sudah tidak satu angka lagi”

“Benarkah anak perempuan Daddy sudah menjadi gadis? Apa kau sudah siap ayah carikan pendamping?”

“Oh tidak ayah, aku masih ingin memelukmu erat, cukup kau saja lelaki terbaik untukku saat ini, ai lap yu”

“ai lap yu tu, and your mummy”

“Of course!”

            Percakapan mereka di akhiri dengan tawa bersama, namun ibu Farah memecah keheningan dengan langkahnya yang cepat dengan sebuah plastik dan botol air mineral di tangannya. Ia tidak menghiraukan Farah, tetapi langsung menghambur mendekati ayah Farah yang ternyata sembari menghibur gadis kecilnya, sembari memegang erat dadanya.

“Sayang, di minum aku mohon”

“Tak usah, bu… Sudah waktunya, aku gapapa”

“Aku ga mau kamu tersakiti terus, itu juga sakit buatku”

“ssstt, ira… iya, aku minum, ajak Farah ke…”


Belum selesai kata-kata ayah Farah terjelaskan, tubuhnya terjatuh pingsan di depan Farah dan ibunya, terlambat. Farah memukul-mukul lengan ayahnya sembari bertanya “Ayah kenapa?” dengan berkali-kali. Sedangkan ibu Farah menelpon ambulance, berharap ada keajaiban saat dokter telah memeriksa suaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar